Powered By Blogger

Kamis, 13 Juni 2013

Sejarah Agama Hindu


Agama Hindu
     (Sansekerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" ), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua india. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 Miliar jiwa.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua india. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia tenggara sampai kira-kira abad ke 15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

Etimologi


       Dalam Bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa sansekerta). Dalam Reg Veda, Bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.



Keyakinan dalam Hindu

       Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu,Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
  1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
  2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
  3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
  4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
  5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

Widhi Tattwa 

      Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebutBrahman. Filsafat tersebut tidak mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan.

Atma Tattwa

     Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jivatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jivatma mencapai moksa.


Karmaphala

     Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi)


Punarbhawa

     Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moka).


Mokhsa

     Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.



Agama Hindu Susila


Susila Agama Hindu

1.       Tri Kaya Parisudha
a.       Manacika     : berpikir yang baik dan benar
b.      Wacika          : berkata yang baik dan benar
c.       Kayika           : berbuat yang baik dan benar

2.       Tri Parartha
a.       Asih               : cinta Kasih
b.      Punia             : berbagi
c.       Bhakti           : kepatuhan an ketaata yang didasari oleh cinta kasih

3.       Catur Paramitha
a.       Maitri            : bersahabat
b.      Karuna          : penuh Kasih
c.       Mudita         : ceria, gembira
d.      Upeksha      : berhati hati, intropeksi diri

 Panca Yama Brata dalam Lontar Wratisasana adalah lima jenis ajaran pengendalian diri yang terdiri atas :
Ahimsa artinya tidak membunuh-bunuh,
Brahmacarya artinya tidak kawin atau tekun menuntut ilmu pengetahuan,
Satya artinya berlaku benar dan jujur,
Awyawaharika artinya tidak bertengkar atau tidak berbuat yang rewel / gaduh, dan
Astenya artinya tidak mencuri atau tidak curang.

 Panca Niyama Brata dalam Lontar Wratisasana adalah lima jenis ajaran pengendalian diri pada tingkat lanjutan yang terdiri atas :
 - Akrodha artinya tidak marah kepada siapapun,
Gurususrusa artinya dapat berperilaku yang hormat dan sopan kepada sang guru atau acarya,
Sauca artinya dapat berlaku suci secara lahir dan batin,
Aharalaghawa artinya makan yang sederhana serta mengatur tata makanan yang baik dan  benar atau tidak makan makanan secara sembarangan, dan
Apramada artinya tidak berperilaku yang lalai atau salah terhadap semua hal yang dilakukan. 

KARMA DAN PUNARBHAVA


KARMA DAN PUNARBHAVA


a.      Pengertian Hukum Karma
Hukum Karma dan Punarbhawa adalah dua dari lima Sraddha agama Hindu. Kedua ajaran ini diyakini betul memiliki hubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari umat. Hukum Karma telah terbiasa dikonotasikan oleh umat “Hindu” dengan sebutan Karmaphala. Karmaphala adalah penggabungan dua kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata Karma dan PhalaKataKarma itu sendiri berasal dari akar kata Kr yang berarti berbuat/melakukan perbuatankerja/melakukan suatu pekerjaan dan Phala berarti buah atau dalam kaitanya dengan Karma diartikan sebagai hasil.Sehingga Karmaphala berarti hasil dari perbuatan atau sering disebut hukum Karmaphala yakni hukum hasil perbuatan. Hukum karmaphala merupakan hukum sebab akibat atau hukum aksi dan reaksi.Setiap karma mempunyai phala. Dengan demikian hukum Karma sering disebut dengan istilah hukum Karmaphala.
Meyakini kebenaran tentang hakekat hukum Karma sangat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan ini. Sebab didalamnya terdapat aksioma yaitu hukum yang tidak terbatalkan atau hukum yang tidak dapat dibatalkan oleh siapapun. Hukum karma berlaku adil dan bersifat universal. Sebelum phala itu kembali kepada sumber karma, maka selama itu phala itu terus berproses menunggu waktu akan kembalinya kepada sumber karma itu sendiri.
Karma : The Law of action, karma diartikan sebagai hukum dari tindakan. Apapun yang kita kirimkan keluar akan kembali kepada kita dengan kekuatan yang sama. Karma adalah semua tindakan, semua kerja, semua kata – kata dan semua pikiran yang baik atau buruk, yang benar ataupun yang salah, disadari ataupun tidak disadari.

b.      Jenis – Jenis Hukum Karma
Proses penerimaan hasil perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah berdasarkan (desa, kala dan patra) tempat, waktu dan keadaan atau kondisinya. Secara tradisional proses penerimaan hukum karma phala itu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, ketiga bagian yang dimaksud antara lain :
1.      Sancita Karma adalah akumulasi dari hasil perbuatan seseorang dimasa lampau yang dapat dinikmati dalam kehidupan sesuai waktu yang tepat
Ciri – ciri dan upaya menikmati Sancita Karma:
  1. Akumulasi dari karma di masa lalu
  2. Benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang.
  3. Memiliki kecenderungan dapat dihindari (avoidable)
  4. Cara menerima hasilnya adalah dengan Self Control, melalui Yoga : Asana, Pranayama, dan Meditasi. Mempraktekkan cara hidup seorang Yogi seperti Yama, Niyama dan makan makanan Satvik, makanan Rajasik hanya untuk kesehatan dan alasan profesional, sedangkan makanan Tamasik harus dihindari
2.      Prarabda Karma adalah hasil perbuatan seseorang pada masa kehidupan yang saat ini dan hasilnya dinikmati saat ini juga.
Ciri – ciri dan upaya menikmati Prarabda Karma :
  1. Hasilnya dinikmati saat ini juga
  2. Unavoidable (tak dapat dihindari)
  3. Cara menerima hasilnya adalah dengan Sembahyang/berdoa, chanting/Japa dapat memberikan kekuatan untuk melampaui efek negatif dari perbuatan buruk yang kita lakukan saat ini dan juga kerendahan hati dapat mengubahnya menjadi efek positif.
  4. Tanpa kerendahan hati, Seseorang menjadi egoistis sehingga menaburkan benih negatif untuk dinikmati dimasa yang akan datang.
3.      Kriyamana/Aagami Karmadalah bibit dari perbuatan yang baru dilakukan dan hasilnya dinikmati di masa yang akan datang
Ciri – ciri dan upaya menikmati Kriyamana/Aagami Karma:
  1. Bibit karma untuk masa depan
  2. Programmable (bersifat sebagai programing diri)
  3. Dalam upaya memperoleh bibit yang baik untuk dinikmati dimasa depan maka bertindaklah Nishkaama Karma (bertindak tanpa motif/keinginan pribadi)
  4. Satsang (Bergaul dengan teman yang menunjang kesadaran)
  5. Menjaga diri dari pemicu negatif
  6. Pilihlah profesi, Buku bacaan, kesenangan/hobby yang dapat menunjang peningkatan kesadaran
Swami Shivananda menjelaskan dalam literatur Vedanta bahwa terdapat sebuah analogi yang sangat indah mengenai Karma. Seorang pemanah/pemburu menembakkan anak panahnya ditangan kirinya. Tentu saja anak panah itu tidak bisa kembali. Ia akan menembakkan panah lainnya. Sebendel anak panah dalam kantung panah yang ada dipunggung pemburu adalah Sanchita. Panah yang di lepaskan adalah Praarabdha, dan panah yang ia pegang dan akan ia tembakkan adalah Kriyamana/Aagami Karma. Oleh karena itu, Ia memiliki kontrol penuh dalam Sanchita Karma dan Kriyamana/Aagami Karma, namun ia harus berbuat/bekerja secara sungguh – sungguh dalam Prarabdha Karma.

Semua perbuatan yang dilakukan mendatangkan hasil. Perbuatan yang baik (Subha Karma) membuahkan hasil yang baik. Perbuatan yang buruk (Asubha Karma) jelas membuahkan hasil yang buruk pula. Bila seseorang meninggalkan dunia fana ini, bekas-bekas perbuatannya (Karma Wasana :obsesi - obsesi) yang  mengantarkan rohnya kemanapun ia pergi. Hukum karmaphala bersifat universal dalam artian tidak seorangpun bisa menghindarkan diri dari akibatnya. Hukum Karmaphala ini sangat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Diantaranya adalah sebagai pengendali atau pengontrol perilaku seseorang. Dengan demikian seseorang tidak sesukanya dapat berbuat sesuatu. Meratapi hidup dan kehidupan “Punarbhawa” ini setiap orang mau tidak mau harus yakin bahwa perbuatan yang buruk mendatangkan hasil yang buruk juga. Demikian juga sebaliknya, maka dari itu kita jangan terlena dalam kehidupan ini. Hukum karmaphala merupakan ajaran yang  memberikan motivasi kepada setiap orang untuk selalu berbuat yang baik, dalam penjelmaan ini.

Karma Sangga dan Karma Yoga
Ada dua macam karmaphala yang berkaitan dengan kehidupan ini yaitu Karma Sangga dan Karma Yoga. Karma Sangga, yaitu segala perbuatan atau tugas kewajiban yang berhubungan dengan keduniawian, menyangkut kehidupan sosial manusia. Bila seseorang karyawan bekerja dengan tenaga jasmaninya akan menerima upah yang disebut “Karma Kara”, sedangkan karyawan yang bekerja dengan tenaga rohani/pikirannya akan menerima upah yang disebut “Karma Kesama”. Karma Yoga, yaitu segala perbuatan yang dilakukan tanpa terikat keduniawian, tanpa memikirkan upahnya, karena keyakinan bahwa segala yang dilakukannya adalah atas kehendak Hyang Widhi sesuai dengan ethika agamanya. Dalam Bhawad Gita disebutkan: Karmani eva dhikaraste Mapalesu kadacanam Makarmaphala heturbur Matesango stwa akarmani. Hanya pada pelaksanaan engkau memiliki hak wahai arjuna, bukan pada hasinya, karena itu lakukan pekerjaan tanpa mengharapkan hasilnya.
Selain itu, dalam Bhagawad Gita juga dijelaskan mengenai Akarma dan Wikarma. Akarma adalah tidak berbuat atau tidak bertindak, sedangkan Wikarma adalah perbuatan yang keliru. Namun perlu disadari bahwa sebagai manusia kita tidak bisa tidak berbuat (akarma). Bahkan tubuhpun tidak dapat terpelihara jika tidak berbuat.
c.       Bentuk – Bentuk Karma
Karma memiliki 3 bentuk yaitu :
  1. Karma berbentuk Pikiran
  2. Karma berbentuk Kata – kata
  3. Karma berbentuk Perilaku
d.      Beberapa Cara Memahami Karma
  1. Menjadi sadar terhadap pilihan – pilihan kita
  2. Menjadi sadar terhadap kehendak – kehendak atau orientasi kita
  3. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi bahagia atas apa yang kita lakukan
e.       Punarbhava
Keyakinan umat Hindu yang ke empat setelah Karmaphala adalah Punarbhawa. Punarbhawa sering juga disebut Reinkarasi atau Samsara. Punarbhawa berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kataPunar dan Bhava. Punar berarti lagikembali. Sedangkan kata Bhava berarti menjadi, menjelma, lahir.Sehingga Punarbhawa berarti menjelma kembali atau kelahiran kembali. Kelahiran yang kembali ini sesungguhnya merupakan penderitaan yang harus kita akhiri melalui kesempatan hidup ini. Setiap orang hendaknya berupaya untuk tidak menyia-nyiakan hidup ini, bila kita mau dan senang menikmati hidup.
Setelah menjelma dalam hidup ini sebagai mahkluk terutama manusia, kita memiliki lima lapisan badan. Kelima badan itu sangat berguna bagi manusia untuk melakoni hidupnya. Kelima lapisan tersebut disebut dengan Panca Maya Kosa, diantaranya adalah Annamayakosa, Pranamayakosa, Manomayakosa, Wijnanamaya-Kosa, dan Anandamayakosa. Badan kasar kita disebut dengan Annamayakosa dan empat badan yang lainnya termasuk badan halus. Karma Wasana itu melekat pada badan haus, meyelubungi Atman sehingga mengalami keadaan penurunan kesadaran atau lebih tepat disebut Avidya dan Avidya inilah yang membuat mahkluk mengalami Punarbhawa.
Ajaran Hindu secara tegas menyatakan bahwa segala jenis penjelmaan itu merupakan suatu Samsara atau penderitaan. Jika kita yakin akan hal itu, maka dapat menjadi motivasi yang positif bagi semua orang agar dapat memperbaiki kualitas hidupnya dengan selalu berusaha menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dengan demikian walaupun Punarbhawa itu sesungguhnya merupakan penderitaan, namun disisi lain punarbhawa itu merupakan kesempatan untuk melakukan karma yang baikBaik buruknya karma manusia dapat mempengaruhi baik buruk kwalitas Karma Wasananya. Karma Wesana itu muncul dari keinginan – keinginan manusia.
Sangat diharapkan tidak ada seorangpun diantara kita yang menyia-nyiakan amanat hidup ini. Setiap orang hendaknya selalu berupaya memupuk Subhakarma dan menghindarkan diri dari Asubhakarma. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan utama dari hidup ini akan terjembatani dan dapat kita wujudkan. Kesempatan Punarbhawa merupakan salah satu bagian dari upaya umat manusia untuk dapat mempersatukan kembali Atman dengan Brahman. Bersatunya Atman dengan Brahman maka tercapai keadaan Sat Cit Ananda, yaitu kebahagiaan yang kekal dan abadi. Itulah yang dinamakan Moksa keadaan bebas dari ikatan.