Powered By Blogger

Sabtu, 12 April 2014

TEMPAT SUCI HINDU DI INDONESIA

Pengertian
         Tempat suci dalam agama Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang secara khusus menurut peraturan-peraturan yang telah di tentukan secara khusus pula yang dikeramatkan oleh umat beragama atau tepat untuk sujud secara lahir bathin, sujud jiwa raga kehadapan tuhan yang maha kuasa beserta aspek-aspeknya.. Sujud dalam arti patuh, taat dan bhakti secara tulus ikhlas. Taat menjungjung serta menjalankan ajaran dari perintah-perintahNya serta menjauhi semua larangan-laranganNya.


Struktur dan arsitektur
      Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena menurut filsafat hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannya. Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya gunung Kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru merupakan lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam tertinggi.
Arsitektur bangunan suci Hindu tidak lepas dari aturan-aturan yang termuat dalam kitab suci. Dalam pembangunan suatu tempat suci Hindu, arsitekturnya harus mengikuti apa yang termuat dalam sastra suci Hindu. Di Indonesia, selain berbentuk candi dan meru, bangunan suci Hindu juga berbentuk gedong dan padmasana.
Dalam bangunan suci Hindu, tidak jarang dijumpai relief atau pahatan, serta patung-patung yang berada di sekeliling areal suatu tempat suci. Umumnya patung-patung tersebut melambangkan Dewa-Dewi yang muncul dalam sastra dan mitologi Hindu. Fungsi berbagai patung dalam bangunan suci Hindu adalah sebagai hiasan atau simbol, karena bukan untuk disembah.
  Pura sebagai salah satu bentuk tempat suci umat Hindu di Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu pur yang artinya kota atau benteng, maksudnya tempat yang dibuat khusus dengan dipagari tembok untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci.
  Pura disebut juga dengan istilah lain seperti Khayangan, Parhyangan dan Sanggah atau merajan. Sebelum dikenal istilah Pura, untuk menyebutkan tepat suci dipergunakan kata Ulon atau Hyang. Kata Hyang kemudian berubah menjadi Kahyangan pada jaman Mpu Kuturan datang ke Bali. Istilah pura sebagai tempat suci di perkirakan baru mulai di pakai pada jaman Dalem (keturunan Sri Kresna Kepakisan ) berkuasa di bali.

Kamis, 13 Juni 2013

Sejarah Agama Hindu


Agama Hindu
     (Sansekerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" ), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua india. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 Miliar jiwa.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua india. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia tenggara sampai kira-kira abad ke 15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

Etimologi


       Dalam Bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa sansekerta). Dalam Reg Veda, Bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.



Keyakinan dalam Hindu

       Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu,Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
  1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
  2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
  3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
  4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
  5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

Widhi Tattwa 

      Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebutBrahman. Filsafat tersebut tidak mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan.

Atma Tattwa

     Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jivatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jivatma mencapai moksa.


Karmaphala

     Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi)


Punarbhawa

     Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moka).


Mokhsa

     Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.



Agama Hindu Susila


Susila Agama Hindu

1.       Tri Kaya Parisudha
a.       Manacika     : berpikir yang baik dan benar
b.      Wacika          : berkata yang baik dan benar
c.       Kayika           : berbuat yang baik dan benar

2.       Tri Parartha
a.       Asih               : cinta Kasih
b.      Punia             : berbagi
c.       Bhakti           : kepatuhan an ketaata yang didasari oleh cinta kasih

3.       Catur Paramitha
a.       Maitri            : bersahabat
b.      Karuna          : penuh Kasih
c.       Mudita         : ceria, gembira
d.      Upeksha      : berhati hati, intropeksi diri

 Panca Yama Brata dalam Lontar Wratisasana adalah lima jenis ajaran pengendalian diri yang terdiri atas :
Ahimsa artinya tidak membunuh-bunuh,
Brahmacarya artinya tidak kawin atau tekun menuntut ilmu pengetahuan,
Satya artinya berlaku benar dan jujur,
Awyawaharika artinya tidak bertengkar atau tidak berbuat yang rewel / gaduh, dan
Astenya artinya tidak mencuri atau tidak curang.

 Panca Niyama Brata dalam Lontar Wratisasana adalah lima jenis ajaran pengendalian diri pada tingkat lanjutan yang terdiri atas :
 - Akrodha artinya tidak marah kepada siapapun,
Gurususrusa artinya dapat berperilaku yang hormat dan sopan kepada sang guru atau acarya,
Sauca artinya dapat berlaku suci secara lahir dan batin,
Aharalaghawa artinya makan yang sederhana serta mengatur tata makanan yang baik dan  benar atau tidak makan makanan secara sembarangan, dan
Apramada artinya tidak berperilaku yang lalai atau salah terhadap semua hal yang dilakukan. 

KARMA DAN PUNARBHAVA


KARMA DAN PUNARBHAVA


a.      Pengertian Hukum Karma
Hukum Karma dan Punarbhawa adalah dua dari lima Sraddha agama Hindu. Kedua ajaran ini diyakini betul memiliki hubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari umat. Hukum Karma telah terbiasa dikonotasikan oleh umat “Hindu” dengan sebutan Karmaphala. Karmaphala adalah penggabungan dua kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata Karma dan PhalaKataKarma itu sendiri berasal dari akar kata Kr yang berarti berbuat/melakukan perbuatankerja/melakukan suatu pekerjaan dan Phala berarti buah atau dalam kaitanya dengan Karma diartikan sebagai hasil.Sehingga Karmaphala berarti hasil dari perbuatan atau sering disebut hukum Karmaphala yakni hukum hasil perbuatan. Hukum karmaphala merupakan hukum sebab akibat atau hukum aksi dan reaksi.Setiap karma mempunyai phala. Dengan demikian hukum Karma sering disebut dengan istilah hukum Karmaphala.
Meyakini kebenaran tentang hakekat hukum Karma sangat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan ini. Sebab didalamnya terdapat aksioma yaitu hukum yang tidak terbatalkan atau hukum yang tidak dapat dibatalkan oleh siapapun. Hukum karma berlaku adil dan bersifat universal. Sebelum phala itu kembali kepada sumber karma, maka selama itu phala itu terus berproses menunggu waktu akan kembalinya kepada sumber karma itu sendiri.
Karma : The Law of action, karma diartikan sebagai hukum dari tindakan. Apapun yang kita kirimkan keluar akan kembali kepada kita dengan kekuatan yang sama. Karma adalah semua tindakan, semua kerja, semua kata – kata dan semua pikiran yang baik atau buruk, yang benar ataupun yang salah, disadari ataupun tidak disadari.

b.      Jenis – Jenis Hukum Karma
Proses penerimaan hasil perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah berdasarkan (desa, kala dan patra) tempat, waktu dan keadaan atau kondisinya. Secara tradisional proses penerimaan hukum karma phala itu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, ketiga bagian yang dimaksud antara lain :
1.      Sancita Karma adalah akumulasi dari hasil perbuatan seseorang dimasa lampau yang dapat dinikmati dalam kehidupan sesuai waktu yang tepat
Ciri – ciri dan upaya menikmati Sancita Karma:
  1. Akumulasi dari karma di masa lalu
  2. Benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang.
  3. Memiliki kecenderungan dapat dihindari (avoidable)
  4. Cara menerima hasilnya adalah dengan Self Control, melalui Yoga : Asana, Pranayama, dan Meditasi. Mempraktekkan cara hidup seorang Yogi seperti Yama, Niyama dan makan makanan Satvik, makanan Rajasik hanya untuk kesehatan dan alasan profesional, sedangkan makanan Tamasik harus dihindari
2.      Prarabda Karma adalah hasil perbuatan seseorang pada masa kehidupan yang saat ini dan hasilnya dinikmati saat ini juga.
Ciri – ciri dan upaya menikmati Prarabda Karma :
  1. Hasilnya dinikmati saat ini juga
  2. Unavoidable (tak dapat dihindari)
  3. Cara menerima hasilnya adalah dengan Sembahyang/berdoa, chanting/Japa dapat memberikan kekuatan untuk melampaui efek negatif dari perbuatan buruk yang kita lakukan saat ini dan juga kerendahan hati dapat mengubahnya menjadi efek positif.
  4. Tanpa kerendahan hati, Seseorang menjadi egoistis sehingga menaburkan benih negatif untuk dinikmati dimasa yang akan datang.
3.      Kriyamana/Aagami Karmadalah bibit dari perbuatan yang baru dilakukan dan hasilnya dinikmati di masa yang akan datang
Ciri – ciri dan upaya menikmati Kriyamana/Aagami Karma:
  1. Bibit karma untuk masa depan
  2. Programmable (bersifat sebagai programing diri)
  3. Dalam upaya memperoleh bibit yang baik untuk dinikmati dimasa depan maka bertindaklah Nishkaama Karma (bertindak tanpa motif/keinginan pribadi)
  4. Satsang (Bergaul dengan teman yang menunjang kesadaran)
  5. Menjaga diri dari pemicu negatif
  6. Pilihlah profesi, Buku bacaan, kesenangan/hobby yang dapat menunjang peningkatan kesadaran
Swami Shivananda menjelaskan dalam literatur Vedanta bahwa terdapat sebuah analogi yang sangat indah mengenai Karma. Seorang pemanah/pemburu menembakkan anak panahnya ditangan kirinya. Tentu saja anak panah itu tidak bisa kembali. Ia akan menembakkan panah lainnya. Sebendel anak panah dalam kantung panah yang ada dipunggung pemburu adalah Sanchita. Panah yang di lepaskan adalah Praarabdha, dan panah yang ia pegang dan akan ia tembakkan adalah Kriyamana/Aagami Karma. Oleh karena itu, Ia memiliki kontrol penuh dalam Sanchita Karma dan Kriyamana/Aagami Karma, namun ia harus berbuat/bekerja secara sungguh – sungguh dalam Prarabdha Karma.

Semua perbuatan yang dilakukan mendatangkan hasil. Perbuatan yang baik (Subha Karma) membuahkan hasil yang baik. Perbuatan yang buruk (Asubha Karma) jelas membuahkan hasil yang buruk pula. Bila seseorang meninggalkan dunia fana ini, bekas-bekas perbuatannya (Karma Wasana :obsesi - obsesi) yang  mengantarkan rohnya kemanapun ia pergi. Hukum karmaphala bersifat universal dalam artian tidak seorangpun bisa menghindarkan diri dari akibatnya. Hukum Karmaphala ini sangat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Diantaranya adalah sebagai pengendali atau pengontrol perilaku seseorang. Dengan demikian seseorang tidak sesukanya dapat berbuat sesuatu. Meratapi hidup dan kehidupan “Punarbhawa” ini setiap orang mau tidak mau harus yakin bahwa perbuatan yang buruk mendatangkan hasil yang buruk juga. Demikian juga sebaliknya, maka dari itu kita jangan terlena dalam kehidupan ini. Hukum karmaphala merupakan ajaran yang  memberikan motivasi kepada setiap orang untuk selalu berbuat yang baik, dalam penjelmaan ini.

Karma Sangga dan Karma Yoga
Ada dua macam karmaphala yang berkaitan dengan kehidupan ini yaitu Karma Sangga dan Karma Yoga. Karma Sangga, yaitu segala perbuatan atau tugas kewajiban yang berhubungan dengan keduniawian, menyangkut kehidupan sosial manusia. Bila seseorang karyawan bekerja dengan tenaga jasmaninya akan menerima upah yang disebut “Karma Kara”, sedangkan karyawan yang bekerja dengan tenaga rohani/pikirannya akan menerima upah yang disebut “Karma Kesama”. Karma Yoga, yaitu segala perbuatan yang dilakukan tanpa terikat keduniawian, tanpa memikirkan upahnya, karena keyakinan bahwa segala yang dilakukannya adalah atas kehendak Hyang Widhi sesuai dengan ethika agamanya. Dalam Bhawad Gita disebutkan: Karmani eva dhikaraste Mapalesu kadacanam Makarmaphala heturbur Matesango stwa akarmani. Hanya pada pelaksanaan engkau memiliki hak wahai arjuna, bukan pada hasinya, karena itu lakukan pekerjaan tanpa mengharapkan hasilnya.
Selain itu, dalam Bhagawad Gita juga dijelaskan mengenai Akarma dan Wikarma. Akarma adalah tidak berbuat atau tidak bertindak, sedangkan Wikarma adalah perbuatan yang keliru. Namun perlu disadari bahwa sebagai manusia kita tidak bisa tidak berbuat (akarma). Bahkan tubuhpun tidak dapat terpelihara jika tidak berbuat.
c.       Bentuk – Bentuk Karma
Karma memiliki 3 bentuk yaitu :
  1. Karma berbentuk Pikiran
  2. Karma berbentuk Kata – kata
  3. Karma berbentuk Perilaku
d.      Beberapa Cara Memahami Karma
  1. Menjadi sadar terhadap pilihan – pilihan kita
  2. Menjadi sadar terhadap kehendak – kehendak atau orientasi kita
  3. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi bahagia atas apa yang kita lakukan
e.       Punarbhava
Keyakinan umat Hindu yang ke empat setelah Karmaphala adalah Punarbhawa. Punarbhawa sering juga disebut Reinkarasi atau Samsara. Punarbhawa berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kataPunar dan Bhava. Punar berarti lagikembali. Sedangkan kata Bhava berarti menjadi, menjelma, lahir.Sehingga Punarbhawa berarti menjelma kembali atau kelahiran kembali. Kelahiran yang kembali ini sesungguhnya merupakan penderitaan yang harus kita akhiri melalui kesempatan hidup ini. Setiap orang hendaknya berupaya untuk tidak menyia-nyiakan hidup ini, bila kita mau dan senang menikmati hidup.
Setelah menjelma dalam hidup ini sebagai mahkluk terutama manusia, kita memiliki lima lapisan badan. Kelima badan itu sangat berguna bagi manusia untuk melakoni hidupnya. Kelima lapisan tersebut disebut dengan Panca Maya Kosa, diantaranya adalah Annamayakosa, Pranamayakosa, Manomayakosa, Wijnanamaya-Kosa, dan Anandamayakosa. Badan kasar kita disebut dengan Annamayakosa dan empat badan yang lainnya termasuk badan halus. Karma Wasana itu melekat pada badan haus, meyelubungi Atman sehingga mengalami keadaan penurunan kesadaran atau lebih tepat disebut Avidya dan Avidya inilah yang membuat mahkluk mengalami Punarbhawa.
Ajaran Hindu secara tegas menyatakan bahwa segala jenis penjelmaan itu merupakan suatu Samsara atau penderitaan. Jika kita yakin akan hal itu, maka dapat menjadi motivasi yang positif bagi semua orang agar dapat memperbaiki kualitas hidupnya dengan selalu berusaha menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dengan demikian walaupun Punarbhawa itu sesungguhnya merupakan penderitaan, namun disisi lain punarbhawa itu merupakan kesempatan untuk melakukan karma yang baikBaik buruknya karma manusia dapat mempengaruhi baik buruk kwalitas Karma Wasananya. Karma Wesana itu muncul dari keinginan – keinginan manusia.
Sangat diharapkan tidak ada seorangpun diantara kita yang menyia-nyiakan amanat hidup ini. Setiap orang hendaknya selalu berupaya memupuk Subhakarma dan menghindarkan diri dari Asubhakarma. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan utama dari hidup ini akan terjembatani dan dapat kita wujudkan. Kesempatan Punarbhawa merupakan salah satu bagian dari upaya umat manusia untuk dapat mempersatukan kembali Atman dengan Brahman. Bersatunya Atman dengan Brahman maka tercapai keadaan Sat Cit Ananda, yaitu kebahagiaan yang kekal dan abadi. Itulah yang dinamakan Moksa keadaan bebas dari ikatan.

Sabtu, 03 September 2011

MAKALAH ATLETIK LARI


Lari estafet :
Lari Estafet atau dengan kata lain disebut "Lari sambung menyambung sambil membawa tongkat" adalah salah satu jenis olahraga yang berinduk pada bidang atletik. Pelarinya berjumlah lebih dari 1 orang & kurang dari 5 orang yang tergabung dalam 1 tim, dimana masing-masing pelari sudah diatur dalam jarak tertentu untuk kemudian bersiap-siap menunggu ato memerima tongkat Estafet dari teman dan kemudian berlari untuk menyerahkan tongkat tersebut kepada teman 1 tim dan seterusnya saling mengoforkan tongkat hingga memasuki garis finis. Siapa yang pertama mencapai garis finis maka Tim tersebutlah yang menang.

Nomor lari estafet yang sering diperlombakan adalah nomor 4 x 100 meter dan nomor 4 x 400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik saja yang diperlukan tetapi pemberian dan penerimaan tongkat di zona atau daerah pergantian serta penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari

Lari steeple :
Lari steeple – chase 3000 m termasuk kedalam lari jarak jauh dengan melalui rintangan-rintangan. Rintangan itu ada dua macam;
1.       Rintangan Gawang
2.        Rintangan Air dengan Gawang didepannya (water jump)

Pelari steeple – chase harus memiliki kecepatan seperti pelari 1500m, tetapi juga harus memiliki daya tahan seperti pelari 5000 meter, dan harus memiliki kemahiran khusus dalam melewati rintangan-rintangan tersebut.
Cara untuk melampaui rintangan gawang yang banyak digunakan adalah :
a)       Seperti lari gawang biasa,
b)       Melampaui gawang dengan menginjakkan sebelah kaki di atas gawang.


Lari jarak jauh :
Lari jarak jauh dilakukan dalam lintasan stadion jarak 3000m, ke atas, 5000m, 10.000m, sedangkan marathon dan juga cross-country, harus dilakukan diluar stadion kecuali star dan finis, secara fisik dan mental merupakan keharusan bagi pelari jarak jauh. Ayunan lengan dan gerakan kaki dilakuakan seringan-ringannya. Makin jauh jarak lari yang ditempuh makin rendah lutut diangkat dan langkah juga makin kecil.

Gerak lari jarak menengah (800 m- 1500 m) dan sedikit berbeda dengan gerakan lari jarak pendek .terletak pada cara kaki menapak. Lari jarak menengah, kaki menapak ball hell-ball, ialah menapakkan pada ujung kaki tumit dan menolak dengan ujung kaki. Star dikakukan dengan cara berdiri.

Yang perlu diperhatikan pada lari jarak menengah:
1. badan harus selalu rilaks atau santai.
2. Lengan diayun dan tidak terlalu tinggi seperti pada lari jarak pendek
3. Badan condong ke depan kia-kira 15º dari garis vertical.
4. Panjang langkah tetap dan lebar tekanan pada ayunan paha ke depan, panjang langkah harus sesuai dengan panjang tungkai. Angkat lutut cukup tinggi (tidak setinggi lari jarak pendek).

Penguasaan terhadap kecepatan lari (pace) dan kondisi fisik serta daya tahan tubuh yang baik.
Dalam lari jarak menengah gerakan lari harus dilakukan dengan sewajarnya, kaki diayunkan ke depan seenaknya, panjang langkah tidak terlalu dipaksakan kecuali menjelang masuk garis finis.








Lari jarak pendek :
Lari jarak pendek adalah lari yang menempuh jarak antara 50 m sampai dengan jarak 400 m. oleh karena itu kebutuhan utama untuk lari jarak pendek adalah kecepatan. Kecepatan dalam lari jarak pendek adalah hasil kontraksi yang kuat dan cepat dari otot-otot yang dirubah menjadi gerakan halus lancer dan efisien dan sangat dibutuhkan bagi pelari untuk mendapatkan kecepatan yang tinggi.
Seoarang pelari jarak pendek (sprinter) yang potensial bila dilihat dari komposisi atau susunan serabut otot persentase serabut otot cepat (fast twitch) lebih besar atau tinggi dengan kemampuan sampai 40 kali perdetik dalam vitro disbanding dengan serabut otot lambat (slow twitch) dengan kemampuan sampai 10kali perdetik dalam vitro. Oleh karena itu seorang pelari jarak pendek itu dilahirkan /bakat bukan dibuat.
Suatu analisa structural prestasi lari jarak pendek dan kebutuhan latihan dan pembelajaran untuk memperbaiki harus dilihat sebagai suatu kombinasi yang kompleks dari proses-proses biomekanika, biomotor, dan energetic.
Lari jarak pendek bila dilihat dari tahap-tahap berlari terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. tahap reaksi dan dorongan (reaction dan drive)
2. tahap percepatan (acceleration)
3. tahap tansisi/perobahan (transition)
4. tahap kecepatan maksimum (speed maximum)
5. tahap pemeliharaan kecepatan (maintenance speed)
6. finis
tujuan lari jarak pendek adalah untuk memaksimalkan kecepatan horizontal, yang dihasilkan dari dorongan badan ke depan. Kecepatan lari ditentukan oleh panjang langkah dan frekuensi langkah (jumlah langkah persatuan waktu). Oleh karena itu, seorang pelari jarak pendek harus dapat meningkatkan satu atau kedua-duanya.

Senin, 22 Agustus 2011

Keunggulan service restaurant


Keunggulan semua service di restaurant
Keunggulan Russian Service :
1.     Hanya memerlukan seorang pramusaji untuk melayani tamu.
2.    Pelayanannya mewah, megah sebagaimana pelayanan a’la Perancis.
3.    Pelayan sedikit lebih cepat dan murah.
4.    Para tamu mendapatkan perhatian sepenuhnya.
5.    Tidak memerlukan ruangan restoran yang luas.
Keunggulan French service :
1.    Tamu bias langsung melihat makanan yang akan mereka pesan.
2.    Para tamu bisa langsung melihat proses pembuatan makanan yang mereka pesan.
3.    Pelayanan sedikit lebih cepat dan murah.
4.    Para tamu mendapat perhatian sepenuhnya.
5.    Tidak memerlukan terlalu banyak ruangan didalam pelayanan.
Keunggulan  American service :
1.    Dalam pelayana ini, tamu hanya perlu memesan makanan atau minuman.
2.    Tamu pelayanan sedikit lebih cepat.
3.    Hanya memerlukan seorang pramusaji untuk melayani tamu.
4.    Pelayan lebih simple.
5.    Makan ekstra yang dikembalikan ke dapur merupakan tambahan keuntungan tersendiri.